Gaya belajar adalah kunci untuk
mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi
antar pribadi. Ketika menyadari bahwa bagaimana seseorang menyerap dan mengolah
informasi, belajar dan berkomunikasi menjadi sesuatu yang mudah dan menyenangkan.
Perlu disadari bahwa tidak semua
orang punya gaya belajar yang sama. Walaupun bila mereka berada di
sekolah atau bahkan duduk di kelas yang sama. Kemampuan seseorang untuk
memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat,
sedang dan ada pula yang sangat lambat. Karenanya, mereka seringkali harus
menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang
sama.
Di lingkungan sekolah, sebagian
siswa lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menuliskan segalanya di papan
tulis. Dengan begitu mereka bisa membaca, kemudian mencoba memahaminya.
Sebagian siswa lain lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menyampaikannya
secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya. Sementara itu, ada
siswa yang lebih suka membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan pertanyaan
yang menyangkut pelajaran tersebut.
Cara lain yang juga kerap disukai
banyak siswa adalah model belajar yang menempatkan guru tak ubahnya seorang
penceramah. Guru diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori
dengan segudang ilustrasinya, sementara para siswa mendengarkan sambil
menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang hanya mereka pahami sendiri.
Apa pun cara yang dipilih,
perbedaaan gaya belajar itu menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi setiap
individu bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Oleh karena itu,
sebagai seorang guru bisa memahami bagaimana perbedaan gaya belajar pada
siswanya, dan mencoba menyadarkan siswanya akan perbedaan tersebut, mungkin
akan lebih mudah bagi guru untuk menyampaikan informasi secara lebih efektif
dan efisien.
Gaya belajar mengacu pada cara
belajar yang lebih disukai pebelajar. Umumnya, dianggap bahwa gaya belajar
seseorang berasal dari variabel kepribadian, termasuk susunan kognitif dan
psikologis latar belakang sosio cultural, dan pengalaman pendidikan (Nunan,
1991: 168).
Keanekaragaman gaya belajar
siswa perlu diketahui pada awal permulaannya diterima pada suatu lembaga
pendidikan yang akan ia jalani. Hal ini akan memudahkan bagi pebelajar untuk
belajar maupun pembelajar untuk mengajar dalam proses pembelajaran. Pebelajar akan
dapat belajar dengan baik dan hasil belajarnya baik, apabila ia mengerti gaya
belajarnya. Hal tersebut memudahkan pembelajar dapat menerapkan pembelajaran
dengan mudah dan tepat ( Kolb 1984 ).
Tiap individu memiliki kekhasan
sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang
belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik.
Setiap orang memiliki kekuatan belajar atau gaya belajar. Semakin kita mengenal
baik gaya belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam
menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup.
Salah satu faktor yang
mempengaruhi cara belajar siswa adalah persepsi, yaitu bagaimana dia memperoleh
makna dari lingkungan. Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat,
mengecap, mencium,dan merasa. Di dunia pendidikan, istilah gaya balajar mengacu
khusus untuk penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Gaya belajar visual
menyangkut penglihatan dan bayangan mental. Gaya belajar pendengaran merujuk
pada pendengaran dan pembicaraan. Gaya belajar kinestetik merujuk gerakan besar
dan kecil.
Dengan memahami gaya belajar
siswa berarti akan membuat siswa lebih bahagia, karena respons guru terhadap
kebutuhan dirinya tepat, dengan demikian informasi yang diberikan kepadanya
akan lebih mudah terserap.
MUNCULNYA GAYA BELAJAR PADA SISWA
Kapan gaya belajar ini mulai
dimiliki oleh seorang siswa? Sebenarnya, gaya belajar siswa dipengaruhi oleh
faktor bawaan atau sudah dari sananya. Ada siswa yang memang memiliki fisik
kuat dan prima sehingga cenderung memiliki gaya belajar kinestetik. Atau ada
juga siswa yang memiliki rasa seni tinggi sehingga gaya belajar visual lebih
melekat dalam dirinya.
Jika salah satu indra kurang
berfungsi secara maksimal, maka umumnya indra lain akan menggantikannya. Jika
penglihatan seorang siswa kurang berfungsi, maka indra pendengarannya lebih
menonjol sehingga ia lebih peka terhadap suara atau bunyi-bunyian. Contohnya,
para penyandang tunanetra biasanya memiliki indra pendengaran yang sangat
tajam.
Selain itu, pola asuh juga
memegang peran penting dalam kemunculan gaya belajar seseorang. Maksudnya, gaya
belajar ditentukan oleh sejauh mana orang tua melakukan stimulasi terhadap
masing-masing indra siswanya. Siswa yang sejak kecil terbiasa dibacakan dongeng,
boleh jadi akan terbiasa untuk mengasah kemampuan pendengarannya. Ia juga bisa
cepat mencerna ucapan sang pendongeng. Akibatnya, siswa akan cenderung menjadi
seorang auditory learner dalam gaya belajarnya. Sementara siswa seorang pelukis
yang mayoritas waktunya lebih tercurah untuk mengamati detail-detail gambar
orang tuanya biasanya akan menjadi seseorang dengan tipe belajar visual.
MACAM-MACAM GAYA BELAJAR
1. Gaya belajar Visual
Gaya belajar visual (visual
learner) menitikberatkan ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret
harus diperlihatkan terlebih dahulu agar siswa paham. Ciri-ciri siswa yang
memiliki gaya belajar visual adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan
menangkap informasi secara visual sebelum ia memahaminya.
Siswa yang memiliki gaya belajar visual menangkap pelajaran lewat materi bergambar. Selain itu, ia memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya ia memiliki kendala untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Gaya belajar ini dapat diterapkan dalam pembelajaran, dengan menggunakan beberapa pendekatan : menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi/materi pelajaran berupa film, slide, ilustrasi, coretan atau kartu-kartu gambar berseri untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan
Ciri – ciri
gaya belajar ini adalah :
1. Senantiasa
berusaha melihat bibir guru yang sedang mengajar.
2. Saat mendapat
petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya siswa akan melihat teman-teman
lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak.
3. Cenderung
menggunakan gerakan tubuh (untuk mengekspresikan dan menggantikan kata-kata)
saat mengungkapkan sesuatu.
4. Tak suka bicara di
depan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain.
5. Biasanya kurang
mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
6. Lebih suka
peragaan daripada penjelasan lisan.
7. Biasanya dapat
duduk tenang di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa merasa terganggu.
2. Gaya Belajar
Auditorial
Gaya belajar ini mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model belajar ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah mendengarnya lebih dulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini umumnya susah menyerap secara langsung informasi dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
Di dalam pembelajaran, untuk membantu siswa-siswa seperti ini, guru bisa menggunakan media tape untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Selain itu, keterlibatan siswa dalam diskusi juga sangat cocok untuk siswa seperti ini. Bantuan lain yang bisa diberikan adalah mencoba membacakan informasi, kemudian meringkasnya dalam bentuk lisan dan direkam untuk selanjutnya diperdengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.
Ciri – ciri
gaya belajar auditorial adalah :
1. Mampu
mengingat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok atau kelas.
2. Mengenal
banyak sekali lagu atau iklan TV, bahkan dapat menirukannya secara tepat dan
komplet.
3. Cenderung banyak omong.
4. Tak suka membaca dan umumnya
memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa
yang baru saja dibacanya.
5. Kurang cakap
dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis.
6. Kurang
tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya, seperti hadirnya
siswa baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas dan sebagainya.
3. Gaya Belajar
Kinestetik
Gaya belajar ini mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
Karakter berikutnya dicontohkan sebagai orang yang tak tahan duduk manis berlama-lama mendengarkan penyampaian pelajaran. Tak heran kalau individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa belajar lebih baik kalau prosesnya disertai kegiatan fisik.
Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh (athletic ability). Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter ini lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk kemudian belajar mengucapkannya atau memahami fakta.
Untuk menerapkannya dalam pembelajaran, kepada siswa yang memiliki karakteristik-karakteristik di atas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai model peraga, semisal bekerja di lab atau belajar yang membolehkannya bermain. Cara sederhana yang juga bisa ditempuh adalah secara berkala mengalokasikan waktu untuk sejenak beristirahat di tengah waktu belajarnya.
Ciri- ciri gaya belajar kinestetik :
1. Gemar menyentuh segala sesuatu
yang dijumpainya.
2. Amat sulit
untuk berdiam diri/duduk manis.
3. Suka
mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya sedemikian aktif.
4. Memiliki
koordinasi tubuh yang baik.
5. Suka
menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar.
6. Mempelajari
hal-hal yang abstrak (simbol matematika, peta, dan sebagainya) dirasa amat
sulit oleh siswa dengan gaya belajar ini.
7. Cenderung terlihat “agak tertinggal” dibanding teman sebayanya. Padahal hal ini disebabkan oleh tidak cocoknya gaya belajar siswa dengan metode pengajaran yang selama ini lazim diterapkan di sekolah-sekolah.
Sama halnya
dengan keunikan tiap individu, tiap orang memiliki gaya belajar sendiri. Perbedaan itu bahkan ada pada siswa-siswa dari satu keluarga, seperti beda
dengan kakak, adik atau saudara kembar sekalipun.
Contohnya saat
mengikuti pelajaran di kelas, ada siswa yang begitu tekun menyimak meski guru
menyampaikan materi pelajaran tak ubahnya seperti ceramah selama berjam-jam.
Ada yang terkesan hanya memperhatikan sepintas lalu, meski sebetulnya mereka
membuat catatan-catatan kecil di bukunya. Namun jangan ditanya berapa banyak
siswa yang merasa bosan dengan pendekatan belajar yang menempatkan siswa
sebagai pendengar setia. Secara keseluruhan, ada siswa yang lebih mudah
menangkap isi pelajaran jika disertai praktek. Siswa seperti ini lebih suka
berkutat di laboratorium mengamati dan mempelajari berbagai hal nyata ketimbang
mendengar penjelasan si guru. Sedangkan temannya yang lain mungkin lebih
tertarik mengikuti pelajaran yang disertai berbagai aspek gerak. Contohnya, guru yang menerangkan materi pelajaran kesenian sambil sesekali
diselingi nyanyian dan tepuk tangan.
Tidak hanya
itu. Ada siswa yang harus bersemedi dan tutup pintu kamar rapat-rapat supaya
bisa konsentrasi belajar. Akan tetapi cukup banyak yang mengaku justru terbuka
pikirannya bila belajar sambil mendengarkan musik, entah yang mengalun merdu
atau malah ingar-bingar. Sementara sebagian lainnya merasa perlu untuk mengubah
materi pelajaran menjadi komik atau corat-coret yang gampang “dibaca”.
Apa pun gaya
belajar yang dipilih pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu agar yang
bersangkutan bisa menangkap materi pelajaran dengan sebaik-baiknya dan memberi
hasil optimal. Bukankah masing-masing pelajaran juga disampaikan oleh guru yang
berbeda dengan karakter mengajar yang berbeda pula. Itulah mengapa, guru perlu
turun tangan mengamati gaya belajar masing-masing siswa. Dengan memahami hal
itu, sebetulnya guru sudah memberi kontribusi besar dalam keberhasilan belajar
siswanya karena siswa menjadi mudah menangkap materi pelajaran. Buktinya,
ketidakpahaman guru terhadap gaya belajar siswa kerap menimbulkan kesalahpahaman.
Ada guru yang tidak senang melihat siswanya asyik bikin coretan-coretan selagi
di kelas. Atau ada juga guru yang langsung menegur siswa yang terlihat tak bisa
diam saat sedang diajar. Padahal, perilaku corat-coret saat belajar tak mesti
berarti ia enggan belajar. Bisa jadi, ia justru tengah berusaha menangkap
materi pelajaran lewat corat-coretnya tadi.
Tidak sedikit
siswa yang cepat mengerti kalau materi pelajarannya disampaikan lewat gambar
atau ilustrasi. Nah, karena guru tidak membuatnya, maka siswalah yang tergerak
menggambari bukunya semata-mata untuk memudahkan dirinya. Demikian pula dengan
siswa-siswa yang terlihat aktif bergerak ke sana kemari selama di kelas. Siswa
seperti ini boleh jadi merupakan tipe aktif yang selalu kelebihan energi. Ia
menyukai aktivitas fisik dan mudah bosan pada omongan/penjelasan panjang lebar.
Komentar
Posting Komentar