A. KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekosistem adalah keadaan khusus tempat
komunitas suatu organisme hidup dan komponen organisme tidak hidup dari suatu
lingkungan yang saling berinteraksi. Konsep ini sejatinya berakar dari
biologi, di mana jenis-jenis ekosistem di antaranya adalah; laut, pantai,
hutan, kolam, dan padang rumput. Benang merah dari kata ekosistem adalah
saling berinteraksi dan keterkaitan. Masing-masing komponen dalam suatu
ekosistem berkontribusi dalam interaksi yang erat untuk menyediakan bahan yang
diperlukan untuk kelangsungan hidup mereka. Cahaya matahari, air, dan sumber
energi lainnya semuanya memberikan kontribusi terhadap ekosistem. Konsep
ekosistem baru-baru ini diperluas ke makna yang lebih umum, terutama struktur
sosial.Untuk itu, organisasi/institusi dan sekolah juga dapat dijelaskan
sebagai ekosistem. Dalam Collins English Dictionary, ekosistem bisa juga
diartikan sebagai interaksi dan keberkaitan antar seluruh komponen sistem yang
berada pada suatu area tertentu.
Sekolah
sebagai suatu ekosistem pendidikan yang didalamnya terdapat komponen hidup
(biotik) dan tak hidup (abiotik) satu sama lain saling berkontribusi,
berkaitan dan saling berinteraksi dalam konteks kelangsungan penyelenggaraan
dan pelayanan pendidikan di level mikro. Faktor-faktor biotik yang ada dalam
ekosistem sekolah di antaranya adalah : (1) peserta didik ; (2) kepala sekolah;
(3) guru; (4) staf/tenaga kependidikan; (5) pengawas sekolah; (6) orang tua
peserta didik; dan (7) masyarakat sekitar sekolah. Selain faktor-faktor biotik
yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik juga memiliki kontribusi untuk
kelangsungan proses pendidikan di sekolah, di antaranya adalah : (1) keuangan;
(2) sarana dan prasarana sekolah.
Untuk
menggerakkan seluruh komponen biotik dan abiotik dalam komunitas sekolah
dibutuhkan keunggulan dalam pengelolaan sumber daya. Dalam konteks ini, peranan
pemimpin sangat esensial dalam melihat potensi dan menggerakkan sumber
daya yang dimiliki. Substansi kepemimpinan adalah pengaruh, orang yang piawai
memengaruhi orang lain atau komunitas sekolah, sejatinya adalah pemimpin di
komunitas tersebut. Seorang guru adalah pemimpin dihadapan peserta didiknya
karena ia adalah sosok yang berpengaruh dihadapan peserta didiknya.
Seorang guru penggerak setidaknya harus memiliki beberapa kompetensi yang
melekat dalam dirinya, di antaranya adalah: (1) mengembangkan diri dan orang
lain; (2) memimpin pembelajaran (3)
memimpin dalam pengembangan sekolah; dan (4) memimpin manajemen sekolah.
Sebagai
pemimpin pembelajaran artinya seorang guru harus mampu memimpin upaya membangun
lingkungan belajar yang berpusat pada peserta didik, merencanakan dan
melaksanakan proses belajar yang berpusat pada peserta didik, memimpin refleksi
dan perbaikan kualitas proses belajar yang berpusat pada peserta didik, serta
melibatkan orang tua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah.
Dalam
melaksanakan perannya sebagai pemimpin pembelajaran ada paradigma yang
menekankan kemandirian sekolah untuk dapat menyelesaikan tantangan yang
dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam mereka
sendiri dengan ekspektasi hasil yang didapatkan dapat berkelanjutan. Paradigma
tersebut merupakan pendekatan berbasis kekuatan yang populer disebut sebagai
pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset. Pendekatan tersebut berfokus
pada potensi atau sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Jika sekolah dianggap
sebagai komunitas, mengadopsi pemikiran Green dan Haines (2002), terdapat
tujuh aset utama yang dimiliki sekolah, di antaranya adalah : (1) modal
manusia; (2) modal sosial; (3) modal fisik; (4) modal lingkungan; (5) modal
finansial; (6) modal politik; (7) modal agama dan budaya.
Untuk
mengimplementasikan peran guru sebagai pemimpin pembelajaran berbasis aset baik
dalam lingkup kelas, sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah, yang mesti
diupayakan oleh guru di antaranya adalah: (1) memetakan potensi aset yang
dimiliki ekosistem sekolah; (2) pengambilan keputusan yang cepat, tepat, cekat,
dan akurat; (3) mengkoordinasikan dan menyelaraskan seluruh sumber daya yang
ada; (4) memobilisasi sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan.
Kepiawaian
dalam pengelolaan sumber daya yang tepat dalam konteks pembelajaran bagi
seorang guru akan membantu proses pembelajaran peserta didik lebih berkualitas.
Untuk itu, langkah awal sebelum melakukan kegiatan pembelajaran bersama peserta
didik sangat diperlukan teruatama untuk mengetahui titik temu harapan dan
keinginan ideal dari peserta didik. Menggali harapan dan keinginan bersama dari
peserta didik sangat penting untuk menggkoordinasikan dan memobilisasi sumber
daya yang dimiliki oleh sekolah. Misalnya, seorang guru dapat menanyakan kepada
peserta didik, " Menurutmu pembelajaran seperti apa yang menyenangkan di
sekolah kita ? jika kita belajar di ruang kelas, apa saja yang bisa kita
upayakan agar ruang kelas kita nyaman untuk belajar?"
Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti itu akan menggerakkan warga sekolah
untuk melakukan tindakan dengan memaksimalkan sumber daya yang sudah ada
sehingga suasana dan proses pembelajaran peserta didik terus berproses menuju
perbaikan kualitas. Apalagi diakhir setiap pembelajaran guru membimbing peserta
didik untuk senantiasa mengajukan pertanyaan reflektif maka upaya perbaikan
mutu pembelajaran dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Materi
modul 3.2 tentang pemimpin pengelolaan sumber daya berkaitan erat dengan modul
sebelumnya tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang kekuatan kodrat
alam dan kodrat zaman. Kodrat alam dan kodrat zaman merupakan aset yang melekat
untuk mengembangkan ekosistem pembelajaran sekolah agar lebih berkualitas dan
berpihak pada peserta didik. Untuk itu, seorang guru penggerak harus
memiliki visi dan imaji yang kuat terkait perannya sebagai agen transformasi di
sekolah.
Materi
modul 3.2 juga berkaitan dengan modul 1.2 tentang nilai dan peran
guru penggerak dan modul 1.3 tentang visi guru penggerak karena melalui
visioning yang kuat seorang guru penggerak akan mampu mengupayakan penyelarasan
sumber daya yang dimiliki oleh sekolah sehingga kelemahan suatu ekosistem
sekolah menjadi tidak relevan lagi, melainkan lebih terfokus pada kekuatan
sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Inkuiri apresiatif dengan
pendekatan BAGJA sangat relevan untuk melakukan perubahan sekolah berbasis
sumber daya yang akan menggerakkan warga sekolah untuk melakukan
perubahan positif. Perubahan positif yang dilakukan secara konsisten akan
melahirkan budaya positif dengan demikian modul 3.2 pun berkaitan dengan modul
1.4 tentang budaya positif.
Selain
itu, jika kita mampu memetakan sumber daya peserta didik yang ada, maka kita
dapat mengupayakan pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodir perbedaan
kekuatan yang dimiliki oleh peserta didik. Hal tersebut telah dipelajari
dalam modul sebelumnya yakni modul 2.1. Kekuatan individual dalam diri
peserta didik tersebut bisa dikembangkan lebih lanjut dalam aspek sosial dan
emosional melalui pembelajaran sosial emosional yang telah dipelajari
dalam modul 2.2. Untuk memaksimalkan semua potensi dan kekuatan peserta didik agar
berdampak terhadap prestasi peserta didik dapat diupayakan melalui praktik
coaching yang telah dipelajari di modul 2.3. Selain itu, sebagai pemimpin
dalam pengelolaan sumber daya dibutuhkan kemampuan dalam pengambilan keputusan
yang tepat, cepat, cekat, dan akurat. Hal tersebut telah dipelajari dalam modul
3.1.
Sebelum
mempelajari modul ini, saya memiliki paradigma deficit based asset
artinya saya melihat ekosistem sekolah dalam sudut pandang kelemahan
sehingga keunggulan atau potensi yang ada seolah tertutupi. Hal ini
mengakibatkan saya mengalami kesulitan dalam memobilisasi sumber daya yang ada
untuk kepentingan pembelajaran peserta didik karena saya lebih sering terfokus
pada masalah yang dihadapi. Setelah mempelajari modul 3.2 ini, perspektif saya
ternyata selama ini keliru. Untuk melakukan transformasi pendidikan di sekolah
pendekatan asset based community development merupakan langkah terbaik dan
lebih relevan karena berfokus pada kekuatan yang dimiliki dalam ekosistem
sekolah sehingga memudahkan untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, dan
melaksanakan rencana aksi transformasi pendidikan yang berpihak pada peserta
didik untuk mewujudkan pelajar yang berprofil pancasila.
Komentar
Posting Komentar